Oleh Kiki Lie
Malam telah
tiba. Semua binatang penghuni
desa Sabio mulai beristirahat di rumah masing-masing kecuali Ken si tupai. Di salah satu ruang
dalam liang bawah tanah, dia masih asyik bermain
peran. Kali
ini Ken bermain peran sebagai tentara. Dia merayap dengan membawa senapannya
ditengah ruang tamu remang-remang.
Prang....
terdengar bunyi barang terjatuh ke lantai.
Rupanya tanpa sengaja Ken menabrak vas bunga di ruang tamu.
“Aduuuhhh…. Gawat! Musuh bisa tahu kita menyerang
markas mereka. Ayo kabur!” Ken memberi perintah pada pasukan imajinasinya.
Suara gaduh itu
membuat Kak Nikky terlompat kaget bangun dari tidur.
“Ken, apa itu
yang jatuh?” tanya Kak Nikky sambil
keluar dari kamar. “Ken!! Kak Nikky kan sudah bilang sekarang
waktunya tidur.”
“Lagi seru nih, Kak,” Ken berdalih.
“Ayo,
sekarang bereskan dulu pecahan vas bunganya,
lalu tidur,” kata Kak Nikky dengan nada kesal.
“Tidak mau.
Kak Nikky saja yang bereskan,” ujar Ken meninggalkan Kak Nikky begitu
saja. Pergi menyusuri liang bawah tanah menuju
kamarnya.
“Ken.... Ken....” Kak Nikky berusaha memanggil, tapi Ken tidak
menghiraukannya. “Emmm....” Kak Nikky menghela napas sambil
membereskan pecahan vas bunga itu.
Keesokan
harinya, Kak Nikky bersiap-siap hendak ke kebun kacang. Sebelum berangkat,
ia mencari Ken di kamarnya.
“Ken di mana
ya?” tanya Kak Nikky di dalam hati.
“Emm.... kamarnya berantakan sekali.”
Dilihatnya
selimut tidak dilipat kembali. Mainan
berserakan di atas lantai. Buku-buku cerita
berserakan di
sana-sini tidak disimpan dalam keranjangnya, dan tempat sampah penuh. Padahal setiap
hari Kak Nikky selalu mengingatkan Ken agar membereskan kamarnya. Ia
berharap Ken meniru apa yang biasa dilakukannya. Tapi nasihat itu tak pernah dipedulikan oleh Ken.
Tampak Ken datang dari kamar mandi.
“Ken, kamarmu
berantakan sekali. Tolong dirapihkan
ya,” ucap Kak Nikky.
“Kakak pergi dulu sebentar ke kebun kacang,”
“Tidak mau,” kata
Ken sambil
mengeluh.
Kak Nikky menghela
napas, meninggalkan Ken yang bermalas-malasan di kamar.
“Huh....
bosan. Lebih baik main keluar
saja deh. Tapi....” Ken tampak ragu untuk keluar dari liang bawah tanah. Ken belum hapal dengan jalur keluar
liang mereka yang baru. Ayah Ken menggali terowongan panjang. Terowongan itu menghubungkan
ruang satu dengan ruang lain. Ken khawatir tersesat.
“Peta buatan Kak
Nikky ada dimana ya?” keluh Ken.
Akhirnya Ken tidak mau pusing. Ia yakin bisa keluar liang tanpa
peta.
Ken
tergesa-gesa menyusuri
terowongan. Rasanya tidak sabar ingin segera bermain di luar sana dan menikmati
kehangatan sinar matahari.
Pemandangan
di dalam terowongan sama. Hanya tanah
berbatu dan gelap. Karena itu tanpa sadar Ken melewatkan persimpangan ke arah keluar liang.
“Emm…. ini di mana ya? Sepertinya aku tersesat.” Ken takut. Dia juga tak bisa kembali ke kamarnya. Ia
mulai menangis, menyesal tidak membawa peta. Tapi menangis terus tak ada
gunanya. Tak ada yang mendengar. Maka diingat-ingatnya jalan yang dia lalui
tadi.
“Oiya…. kayaknya aku melewati persimpangan tadi.
Mungkin itu jalan keluarnya,” pikir Ken. Tangisannya pun reda.
Perlahan dia berjalan mencari persimpangan yang
dilewatinya tadi. Kini dihadapannya terdapat sebuah persimpangan. Ia masih
ragu. Tidak ada sedikitpun tanda ataupun bau yang ditinggalkan Kak Nikky dapat dia
temukan. Dia ingat pesan Ayah agar liang
tetap bersih demi keselamatan mereka dari incaran anjing hutan. Dicobanya
menyusuri jalan yang satunya.
Di depan pintu keluar, Ken melihat Kak Nikky yang baru saja pulang dari kebun kacang. Kak
Nikky sedang menggosokkan kakinya pada rumput dan membersihkan setiap kotoran
di pintu masuk, sehingga ia tidak membawa lumpur ke dalam liang. Lalu Ken
memeluk Kak Nikky.
“Ken, kamu habis nangis? Kenapa?” Kak Nikky bertanya.
“Kak, tadi Ken sempat tersesat di dalam sana,” Ken
mengeluh manja.
“Kamu tidak
membawa peta?” tanya Kak Nikky.
“Aku lupa di
mana menyimpannya, Kak,”
Ken mengakui.
Kak Nikky tersenyum. Mungkin setelah kejadian
ini, Ken akan lebih tertib. Ia pun menemani Ken bermain di taman desa. Mereka
bermain dengan gembira.
---o0O0o---
THE FACT!
Bagi tupai, ketertiban adalah persoalan hidup dan mati. Pada pintu masuk liangnya, tupai tidak pernah meninggalkan kotoran. Bila ada kotoran, anjing hutan akan mudah akan menemukan tempat persembunyian si tupai. si anjing hutan akan menunggu untuk menyerang bila nanti tupai itu meninggalkan liang! Dengan menjaga pintu masuknya tetap bersih, tupai memiliki liang yang tersembunyi dan terlindung dari bahaya.
Ketertiban bukan hanya melindungi kehidupan tupai, namun juga memungkinkan liangnya tetap bersih dan rapi. Tupai menggosokkan kakinya pada rumput sebelum memasuki liang dan membersihkan setiap kotoran di pintu masuk, sehingga ia tidak membawa lumpur ke dalam liangnya.
Tupai menggali liang di bawah tanah dengan terowongan menghubungkan ruang demi ruang. Meskipun tupai berlari cepat melalui terowongan itu, badannya tidak kotor. Ia membuat terowongan itu cukup lebar, sehingga bulu-bulu tubuhnya tetap bersih saat melewati terowongan itu. Semakin besar tupai itu, semakin besar pula ia membuat terowongan, sehingga liangnya tetap bersih dan rapi.
Tupai membuat berbagai kamar sesuai dengan kedalaman tanah. Ada ruang tidur, ruang penyimpanan, dan bahkan ruang perawatan anak. Di liangnya, tupai mempunyai tempat untuk segala sesuatu, dan selalu menjaga setiap hal tetap pada tempatnya. Ia membawa helai-helai rumput dan dedaunan yang tepat agar kasurnya tidak terlalu basah atau terlalu kering. Namun, tupai tidak akan menyimpan makanan di kamar tidurnya, atau meninggalkan remah-remah di kasurnya! Ia tidak akan seceroboh itu.
Tupai juga punya dapur. Namun, ia tidak akan membawa rumput ke dapur! Ia membawa biji-bijian, kacang-kacangan, buah beri, jagung dan gandum serta menyimpannya di tempat khusus, seperti lemari dapur. Tupai tidak mencampur-adukkan makanannya, namun menyimpannya secara terpisah dan teratur.
Tupai juga mempunyai kamar mandi. Bila kotorannya sudah menumpuk, tupai mengeluarkannya dan membuangnya jauh-jauh, agar liangnya tidak berbau. Ini sangat penting, karena kalau anjing hutan mencium bau kotoran si tupai, ia akan menemukan liang tupai itu. Tupai menjaga kamar mandinya tetap bersih karena ia tidak ingin ketika meninggalkan liang suatu hari ternyata masuk ke mulut anjing hutan atau kucing hutan yang kelaparan!
Setiap kali meninggalkan liang untuk mencari makanan, tupai terancam bahaya dimakan elang, anjing hutan atau pemangsa lainnya. Karena itulah tupai membawa sebanyak mungkin makanan dalam mulutnya. Tupai mengaturnya serapi mungkin dalam mulutnya, sehingga ia dapat membawa sekaligus sampai 31 biji jagung atau 32 kacang beech atau 65 biji bunga matahari atau 145 biji gandum! semakin banyak makanan yang dapat dibawanya, semakin jarang ia harus melakukan perjalanan berbahaya. Bagi tupai, ketertiban benar-benar perkara hidup dan mati.
Sumber : Character First! Seri Pendidikan 1, Buku 6.